Membedah RUU Perpajakan di Seminar Online IAI

Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) hingga kini masih dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setidaknya, ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian masyarakat hingga saat ini, seperti PPN Sembako, Jasa Pendidikan hingga bracket pada Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP). Berbagai diskusi dan pemberitaan di media seakan tak henti-hentinya, alhasil, beragam opini dan usulan pun bermunculan, bahkan hoax pun bertebaran di media sosial.

Berbagai profesi pun yang bersinggungan dengan RUU  tersebut ikut serta membahas, termasuk Ikatan Akuntan Indonesia Wilayah Jawa Barat (IAI Jabar) yang menggelar Seminar Online, Sabtu (24 Juli 2021). Seminar virtual yang bertajuk “Menilik Kebijakan Perpajakan Tahun 2021: Tindak Lanjut UU Cipta Kerja” tersebut menghadirkan pembicara dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Agus Puji Priyono, SE, M.Ak, Ak, CA, serta pembedah dari sisi profesional yakni Direktur Konsultan Pajak TAXAcc Consulting, Dr. Nur Hidayat, Ak, CA, A-CPA, CAPF, CERA, BKP, yang dimoderatori oleh Dosen Universitas Padjadjaran (Unpad), Ivan Yudianto, SE, M.Si, Ak, QIA, CA.

Meski kedua narasumber merupakan anggota IAI, namun keduanya secara profesional memberikan argumen dan penjelasan sesuai kapasitas profesinya serta dampak atas RUU tersebut jika benar-benar disahkan. Misalnya, menurut Agus Puji, PPN multi tarif merupakan instrumen yang tepat untuk sebuah keadilan, dan menaikkan tarif PPN merupakan hal yang tepat pula karena negara-negara lain telah menerapkan tarif lebih tinggi. Berbeda dengan Nur Hidayat, menurutnya menaikan tarif PPN tidak tepat untuk kondisi saat ini, sebab dampaknya luas, bisa jadi keadilan yang diharapkan tidak akan terwujud.

“PPN merupakan pajak yang memiliki dampak luas  harus ekstra hati-hati, menurut saya jika ingin memajaki orang kaya, maka yang disasar adalah PPh bukan PPN. Misalnya, untuk beras premium dikenakan PPN, bisa jadi yang mengkonsumsi beras premium pindah ke beras non premium yang tidak kena pajak, yang terjadi maka beras premium tidak laku, pengusahanya pun bangkrut, akhirnya tidak stor pajak. Lalu, yang mengkonsumsi beras non premium menjadi banyak, bisa jadi harga melambung tinggi karena peminatnya yang naik. Ini khan jadi tidak tepat sasaran, keadilan yang diharapkan menjadi tidak terwujud,” jelas Nur Hidayat.

Seminar yang dibuka oleh Ketua IAI Jabar, Edi Jaenudin, SE, M.Si, Ak, CA, tersebut, disambut antusias oleh para peserta. Tak hanya bertanya, para peserta pun ikut serta memberi ide, gagasan dan pendapat atas RUU yang tengah digodog di DPR tersebut. Salah satunya yakni Urip Santoso dan Mega Adhitya, keduanya memberikan masukan-masukan terhadap kebijakan yang dinilai belum maksimal saat ini.

Dalam seminar ini, setidaknya para narasumber membahas poin-poin besar dalam RUU Perpajakan tersebut, diantaranya perubahan materi UU KUP yang terdiri dari asistensi penagihan pajak global, kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum, tindak lanjut putusan MAP, penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, PTE,  serta program peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium. Lalu untuk materi untuk PPh adalah: pengaturan kembali fringe benefit, perubahan tarif & bracket PPh OP, instrumen pencegahan penghindaran pajak (GAAR), penyesuaian insentif WP UKM omzet ≤ 50M (Pasal 31E UU PPh),  penerapan alternative minimum tax. Serta untuk perubahan materi UU PPN yakni: pengurangan pengecualian & fasilitas PPN, pengenaan PPN multi tarif, kemudahan dan kesederhanaan PPN (“PPN final/GST”). dan yang terakhir adalah Pajak Karbon.

Open chat
1
welcome
Hello, Welcome at TaxAcc
Can we help you?